Minggu, 12 Desember 2010

Mengenali Cerita yang Lurus, dan Berhati-hati dari Penyimpangan Sejarah

Sebagai umat Islam, beruntung sekali kita memiliki banyak tokoh brilian yang mengagumkan, sejumlah peristiwa besar masa lalu yang menakjubkan. Karena ia ibarat cahaya yang menyinari kita untuk menata dan menatap kehidupan kita yang lebih baik, lebih berperadaban, dengan selalu berkaca pada prestasi mereka.

Namun cahaya itu seringkali dibuat buram oleh orang lain. Sejarah kecemerlangan masa lalu kita seringkali dibuat kabur oleh para orientalis, oleh sekelompok ‘orang tak beradab’ dari anak-anak kaum Muslimin sendiri, yang menerima dengan sepenuh hati pandangan para orientalis itu. Mereka mengubah, mengganti, dan memalsukan hal-hal yang sudah dicatat dengan baik, lalu mengeluarkan sejarah itu kepada kita dalam bentuk yang sudah dipoles menakjubkan tapi kering dari sisi makna; memutuskan kesinambungan kaum Muslimin antara sejarah masa lalu mereka dengan keaadaan mereka sekarang, sehingga tak ubahnya seperti ruh yang terpisah dari jasadnya.

Dampaknya, generasi muda Islam kemudian memandang sejarah mereka hanya berisi pertarungan, perselisihan, pengkhianatan, dan ‘perampokan’. Lembaran sejarah tidak lebih dari perjalanan kela masa lalu. Sehingga mereka pun ragu, apakah harus menggunakan sejarah itu atau dibuang saja ke dasar lumpur. Celakalah orang yang membuat kebohongan tentang Allah swt untuk menyesatkan manusia, sedang mereka tidak berilmu sedikitpun.

Celakalah pula generasi kaum Muslimin yang tergoda dengan kaum sekuler, yang menodai keluhuran para tokoh dan peristiwa-peristiwa penting dalam Islam, mengubahnya menjadi cerita-cerita kering, khurafat dan palsu, dan melarang kaum Muslimin mengambil contoh-contoh ilmiah praktis untuk memajukan kehidupan agama dan dunia mereka.

Dan celakalah pula orang-orang yang punya kemampuan melakukan pelurusan dalam sejarah tapi tidak melakukannya, dan orang-orang yang bisa memberi penjelasan tapi tak melakukannya, dan juga orang-orang yang sanggup memberi masukan dan nasehat tapi tidak melakukannya. Jabir bin Abdullah berkata, “Jika orang-orang terakhir dari umat ini telah mencela dan melaknat para pendahulunya, maka orang yang punya pengetahuan tentang mereka hendaklah meluruskannya. Jika dia menutupi hal tersebut pada saat itu, maka ia sama saja telah menyembunyikan apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw.”

Betapa berat beban yang akan kita pikul nanti, jika kita termasuk dari orang-orang seperti itu; menutupi kisah-kisah yang benar para tokoh Islam, yang seharusnya kita sampaikan kepada anak-anak kita. Seorang alim kembali menegaskan kalimat di atas, “Siapa yang mendengar seorang sahabat difitnah, atau terhadap orang-orang shalih lalu dia tidak melakukan pembelaan, maka dia seperti orang yang telah menutupi kebenaran dari Rasulullah saw.” Ya, sebab bagaimana wahyu dan risalah Allah bisa sampai kepada kita, jika tanpa perantaraan mereka. Bukankah semua itu kita dapatkan lantaran para sahabat, tabiin dan tabi’i tabiin yang telah bersusah payah mengumpulkan dan menuliskan semuanya kembali untuk kita?

Maka, mengenali cerita mereka yang benar tidaklah cukup. Tapi juga mengenali penyimpangan-penyimpangan sejarah yang dilakukan oleh orang yang tak berilmu, perlu kita kenali, agar cerita benar itu tetap benar, dan kita tidak menjadi orang-orang yang tertipu dengan sejarah yang salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan dikomentari..