Sabtu, 27 November 2010

Abu Muslim dan Tersambungnya Akar Kemusliman Kita (Last Part)

Rasulullah dan para sahabat adalah orang-orang yang harus kita hadirkan di dasar kerinduan kita. Ini rindu di atas rindu. Kita harus menjadi orang-orang yang dipuji oleh Rasulullah karena kerinduan kita kepadanya. Abdah binti Khalid bin Mi’dan mengisahkan tentang ayahnya. “Tidaklah ayah pergi tidur kecuali ia pasti menyatakan kerinduannya kepada Rasulullah dan para sahabatnya dari Muhajirin dan Anshar. Lalu ia menyebut nama-nama mereka dan berkata, “mereka adalah asalku dan silsilahku. Kepada mereka hatiku merintih. Telah panjang rinduku kepada mereka maka segerakanlah wahai Rabbku.” Begitu ia berbicara sampai tertidur.
Atau seperti kata Abdullah bin Mas’ud. “Barangsiapa ingin mencari jalan teladan hendaklah mencarinya pada mereka yang telah meninggal. Karena orang yang masih hidup tidak bisa dijamin (kesudahannya). Carilah pada diri sahabat radiyallahu’anhum. Mereka adalah sebaik-baik umat ini. Yang paling bersih hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit berlebihannya. Mereka kaum yang dipilih Allah untuk menjadi sahabat Nabinya, menyampaikan agamanya, bermiriplah dengan akhlak dan jalan hidup mereka. “
Sementara seorang Tabi’in, Tsabit al-bunani berkata kepada Anas bin malik, “Kemarilah , mana dua mata yang dengannya engkau bisa melihat Rasulullah. Biarlah aku mencium mata itu.”
Di hati yang paling dalam , dalam paasng surut iman kita yang turun dan kadang naik, kita pasti pernah merasa rindu itu. Seharusnya memang seperti itu. Bila tidak, pasti ada yang keliru dalam cara kita memahami kebesaran masa lalu tokoh-tokoh dan peristiwa penting dalam Islam, mungkin kita lengah. Mungkin kita tak terlalu peduli. Mungkin juga terlalu minim pengetahuan kita akan orang-orang yang telah begitu besar jasanya menyelamatkan pilihan keyakinan kita.
Sesudah ini hari-hari kita seharusnya adalah hari-ahari kesungguhan. Dengan hati yang tulus dan keinginan kuat, kita bisa merengkuh kemuliaan rindu itu. Seperti kata Ibnul Qayyim, “Jika seseorang benar dan jujur dalam kerinduan ini, niscaya ia akan dikaruniai rasa cinta kepada Rasulullah, cinta yang ruhnya memenuhi hatinya, yang selalu berada di depannya, menjadi penunjuk arahnya, pembimbingnya, sebagaimana Allah menjadikan Rasulullah sebagai pemberi petunjuk jalan menuju kepada-Nya.”
Imam Adzhabi, menulis lebih dari seribu tokoh dalam Islam. Terkumpul di dalam salah satu karyanya yang legendaries, dirangkum secara berurutan sesuai tahun kehidupan mereka. Dari mulai para Khalifah, para penguasa, para sultan, para hakim, menteri, ahli hadits, ulama fikih, sastrawan, dokter, ahli kebahasaan , dan para penyair. Ada beribu-ribu halaman. Berapa yang kita kenal?
Imam Ibnu Katsir menulis sejarah dalam salah satu karya terbesar di bidangnya . seperti dijelaskan sendiri oleh ibnu Katsir, bukunya berisi sejarah dari awal mula penciptaan , termasuk penciptaan langit dan bumi, lalu sejarah para nabi, hingga sejarah kekuasaan, fitnah, peperangan, hingga hari kiamat dan kebangkitan. Ditulis dalam beribu halaman. Berapa yang kita tahu?
Ada banyak orang besar yang perlu kita kenali. Ada banyak sumber kebaikan yang melekat pada diri orang-orang yang telah berjasa sebelum kita. Seperti Abu Muslim Al-Khaulani , yang menghabiskan cintanya pada pendahulunya. Kita orang-orang yang lahir dengan kelimpahan era pengetahuan seharunya tak sulit untuk mengasah tahu tentang tokoh-tokoh dan peristiwa penting dalam Islam.
Sesudah ini hari-hari kita seharusnya adalah hari-hari kesungguhan.

Abu Muslim dan Tersambungnya Akar Kemusliman Kita (Part 2)

Rasulullah sendiri, secara khusus, dalam banyak riwayat secara sengaja mengenalkan para sahabat-sahabatnya, dengan cara menjelaskan keunggulan mereka masing-masing. Ini juga dalam rangka agar generasi sesudahnya bisa memahami bagaimana kelebihan parasashabat itu, mengenalinya, dan sebisa mungkin mengikutinya.

Tentang Abu Bakar, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya, Allah SWT telah menjadikan aku teman dekat, sebagaimana Ia menjadikan Ibrahim teman dekat. Sekiranya aku mengambil dari umatku seorang teman dekat, maka aku akan menjadikan Abu Bakar teman dekatku.”

Tentang Umar bin Khatab Rasulullah SAW bersabda, “Pada umat-umat sebelum kalian ada orang-orang yang mendapat ilham (dari Malaikat meskipun mereka bukan Nabi). Dan jika pada umatku ada orang seperti itu, Umar adalah di antaranya.

Tentang Thalhah bin Ubaidillah, Rasulullah menggambarkan, “Barang siapa ingin melihat seorang mati syahid yang berjalan di muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.”

Tentang keutamaan Aisyah Rasulullah menjelaskan, “Keutamaan Aisyah atas perempuan lainnya adalah seperti keutamaan tsarid (makanan dari bubur dan daging) atas makanan lainnya.”

Begitu juga tentang sahabat-sahabat lainnya, banyak penjelasan Rasulullah yang menggambarkan kelebihan mereka secara pribadi.

Sejak dahulu, bahkan, para sahabat sendiri telah mendidik anak-anak mereka dengan mengajarkan peristiwa-peristiwa penting dalam Islam, seperti yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash, “Kami mengajarkan kepada anak-anak kami kisah-kisah tentang peperangan Rasulullah sebgaimana kami mengajarkan kepada mereka surat-surat di dalam Al Qur’an.”

Kebiasaan mulia itu bahkan terus menerus berlanjut hingga ke cucu-cucunya. Sa’ad bin Abi Waqash punya anak bernama Muhammad. Muhammad punya anak bernama Ismail. Ismail, cucu Sa’ad bin Abi Waqash menuturkan, “ayahku mengajarkan kepadaku peperangan dimasa Rasulullah, yang beliau pimpin langsung atau pun yang beliau tugaskan kepada sahabat lain, dan ayahku berkata, ‘Wahai anakku, ini semua adalah kemuliaan datuk-datukmu, maka jangan engkau lupa ubtuk mengingat-ingatnya.”

Seperti juga nasehat Imam Ibnul Jauzi, “Hendaklah kalian senantiasa mempelajari sejarah para salafushalih, membaca karya-karya mereka, biografi mereka, karena sesungguhnya memperbanyak membaca kary mereka dalah bentuk dari mengenali mereka.

Mengenali tokoh-tokoh Islam dan peristiwa-peristiwa penting dalam Islam merupakan keharusan bagi kita setiap Muslim. Ini tidak semata soal pengetahuan. Ini juga soal jati diri, perasaan berhutang budi, sekaligus upaya menumbuhkan rindu. Tiga hal itu merupakan alas an yang paling mendasar. Pertama, itu merupakan cara kita menguatkan perasaan tersambung dengan akar kemusliman kita. Ini soal jati diri. Bahwa sebagai seorang Muslim, kita harus memiliki rasa terikat dengan akar kemusliman kita yang ada pada para tokoh pendahulu itu.

Perasaan tersambung dengan akar itu tidak saja merupakan cara kita untuk terus tersemangati sebagai seorang Muslim. Tapi juga cara agar kita terjaga dari penyimpangan. Sebab, dengan mengikuti para pendahulu yang shalih itulah, kita akan mendapat kepastian ridha dan balasan surge dari Allah. Dengan sangat jelas Allah menggambarkan, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang masuk pertama-tama (masuk Islam) di anatara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Para ulama tafsir mengatakan, yang dimaksud dengan ‘orang-orang yang mengiktui mereka dengan baik’ adalah siapa saja, dan kapan saja hingga hari kiamat. Maka ayat tersebut benar-benar menggambarkan pentingnya perasaan terhubung dengan akar kemusliman kita. Sesuatu yang hanya bisa kita lakukan dengan baik, jika kita mengenali orang-orang Muhajirin dan Anshar itu.

Kedua, menumbuhkan perasaan berhutang budi kepada mereka. Lalu menghormati dan mendoakan mereka. Sebab, para pendahulu dari kaum Muslimin, terlebih para sahabat Rasulullah, adalah orang-orang terbaik yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kejayaan Islam. Itu sebabnya Rasulullah sangat marah bila sampai ada yang mencela apalagi membenci sahabatnya itu. Jerih payah mereka, tidak akan ada yang bisa menandingi, meski ada orang yang menginfakkan emas sebesar gunung uhud.

Terlebih tiga generasi awal, adalah orang-orang yang semestinya kita kenali, kita fahami keagungan mereka. Sebab, mereka merupakan generasi yang di tangan mereka jaminan diperluasnya Islam telah dinyatakan langsung oleh Rasulullah. Sebagaimana dalam hadits shahih yang telah disepakati oleh Bukhari dan Muslim, “Akan datang kepada umat manusia suatu masa, di mana orang-orang berperang. Lalu ditanyakan, ‘Adakah di antara kalian sahabat Rasulullah?’ Mereka menjawab, ‘Ya, ada.’ Maka mereka mendapat kemenangan. Lalu datang lagi sesudah itu suatu masa, di mana orang-orang bereperang, lalu ditanyakan ‘Adakah di antara kalian orang-orang yang menemani sahabat Rasulullah (tab’in)?’ Mereka menjawab, ‘Ya, ada.’ Maka mereka pun mendapat kemenangan. Lalu datang suatu masa pada umat manusia, di mana orang-orang berperang. Lalu dikatakan kepada mereka, ‘Adakah di antara kalianteman-teman dari temannya sahabat Rasulullah (tabiit-tabiin)?’ Mereka menjawab, ‘Ya, ada.’ Maka mereka pun mendapat kemenangan.”

Tiga generasi awal yang mendapat jaminan itu memberikan andil dan jasa luar biasa bagi tersebarnya Islam ke banyak penjuru bumi. Maka banyak jiwa terselamatkan dari api neraka. Banyak gelap berubah terang. Banyak sempit berganti lapang. Demikian juga yang dilakukan salafusshalih sesudah generasi ketiga itu. Mereka juga punya peranan yang sangat besar dalam mengembangkan, menyebarkan , dan memperjuangkan Islam.

Itu sebabnya, di dalam Al Qur’an, ada do’a untuk para pendahulu yang sangat terasa sebagai sebentuk etika dan perilaku baik dari orang-orang yang datang belakangan. “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesngguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Potongan pertama adalah do’a memohon ampunan untuk para pendahulu yang lebih dulu beriman. Termasuk para Muhajirin dan Anshar. Penggalan kedua, adalah do’a untuk diri kita, agar terlindung dari penyakit yang umum terjadi pada diri orang-orang yang datang belakangan, dalam menyikapi para pendahulu, yaitu dengki. Itulah yang terjadi pada orang-orang yang tidak pernah bisa menghargai jerih payah para salafusshalih, para sahabat, para tabi’in. Lalu dengan sedikit ilmu mereka berani mengkritisi sahabat, mengatakan sahabat ini salah, sahabat itu salah. Do’a tersebut merupakan cara terbaik untuk menghindarkan diri dari berlaku bodoh terhadap orang-orang shalih yang telah berjasa membuat banyak orang mengenal Islam.

Ketiga, menguatkan rasa rindu kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Rasa rindu itu merupakan energi besar. Menjadi muslim di masa yang jauh dari era kenabian Muhammad memberi kita kesempatan besar untuk dirindukan, sekaligus merindukan. Dirindukan Rasulullah, sekaligus merindukannya.

Bahkan Rasulullah sendiri mendahului itu. Ia terlebih dulu menyatakan kerinduannya. Suatu hari, Rasulullah berziarah kubur. Kemudian ia mengucapkan salam untuk para ahli kubur. “Assalamu’alaikum wahai para penghuni rumah orang-orang yang beriman. Kami insya Allah pun akan menyusul kalian. Alangkah senangnya sekiranya aku bisa melihat saudara-saudaraku.” Para sahabat yang mendengar itu berkata, “Bukankah kami ini saudara-saudara engkau wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Kalian adalah sahabat-sahabatku. Sedang saudara-saudaraku mereka belum lagi ada. Dan aku akan menunggu mereka di telaga.”

Dalam riwayat lain Rasulullah mengatakan, “Kalian adalah sahabat-sahabatku. Sedang saudara-saudaraku adalah mereka yang beriman kepadaku tetapi belum pernah melihatku.” Dalam hadits yang lain, Rasulullah mengatakan , “Seberuntung-seberuntung kaum sesudah kalian, adalah mereka yang beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku.” Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah mengatakan, “Di antara bentuk kerinduan paling kuat dari umatku adalah orang yang datang sesudahku dan dia sangat ingin melihatku meski harus mengorbankan keluarga dan hartanya.”

Minggu, 21 November 2010

Semangat Mengembalikan Kejayaan dan Peradaban

Orang yang tak mengerti urgensi sejarah tentu tak dapat mengambil manfaat dari sejarah itu. Umat yang tak membaca sejarahnya maka dia tidak akan mampu mengembalikan kejayaan masa lalunya. Syaikh Rasyid Ridha berkata, sembari mencela orang Islam yang tidak memiliki perhatian terhadap hal ini, “ Pengetahuan kita tentang negri-negri dan batas-batas wilayah, dan pengetahuan kita tentang kondisi sosial, bukankah itu termasuk bagian dari mengaplikasikan Al Quran dan cara menggunakan petunujuk dan keseimbangan?”
Jauh sebelum itu, Ibnu Khaldun sudah pernah menegaskan, “Sejarah itu, secara lahir tidak lebih dari berita tentang perjalanan waktu, hari-hari, kepemimpinan, kedaulatan dan negara-negara, serta masa lalu-masa lalu dari kurun pertama. Tapi pada hakekatnya, sejarah adalah teori dan praktek, serta penjelasan segala peristiwa yang terjadi di muka bumi ini, dasar-dasar prinsip yang rinci dan ilmu untuk menganalisa terjadinya banyak peristiwa dan sebab-sebabnya.”
Karena pentingnya sejarah, banyak di antara ulama kita terdahulu begitu serius mempelajarinya. Di antara mereka ada Imam Ath Thabari, Ibnu Ishak, dan Ibnu Sa’ad. Ada riwayat tentang Imam Asy Syafi’i, bahwa ia adalah salah seorang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang perjalanan hidup manusia. Begitupun para sahabat, mereka memiliki pengetahuan yang kuat tentang sejarah, geografi-geografi negeri yang ditaklukkan. Para tabiin yang datang setelah mereka juga memiliki kemampuan itu. Mereka sering berdiskusi tentang berita dan peristiwa-peristiwa masa lalu.
Sekelompok umat yang hidup tanpa sejarah, maka mereka hidup tanpa kenangan. Dan sejarah kita sebagai umat Islam, adalah sejarah yang sangat detil akar dan pangkalnya, karena terkait dengan perjalanan hidup para nabi. Dan setelah Rasulullah saw tiada, sejarah dilanjutkan oleh para tokoh pengetahuan; ulama dan intelektual. Umat Islam terangkat posisinya dengan pemikiran dan intelektualitas para ulama itu, hingga ucapan, perilaku dan perbuatan mereka menjadi sesuatu yang sangat layak direkam dan dicatat. Dan ini belum pernah ada sebelumnya. Dari sisi ini kemudian muncullah banyak kitab yang menceritakan sosok dan ketokohan orang-orang penting dalam perjalanan Islam sesuai dengan periode dan generasi mereka.
Kelemahan umat Islam dari sisi ini kemudian terjadi di zaman ini, ketika kaum Muslimin tersisih dari percaturan politik dan kepemimpinan. Dan urgensi sejarah dan pengaruhnya dalam membangun kembali peradaban umat Islam tak ada seorang pun yang mengingkari, kecuali orang yang tak senang dengan kemajuan Islam dan kejayaannya.

Tak Ada Peristiwa yang Baru di Dunia Ini

Seorang pemerhati sejarah mengatakan, “Tidak ada yang baru di muka bumi ini. Sejarah hanya mengulang dirinya dalam bentuk yang sangat menakjubkan. Peristiwa-peristiwa yang kita lihat dengan mata kepala sendiri, adalah peristiwa yang juga terjadi di masa lalu, hanya nama dan tempatnya saja yang berbeda. Maka orang yang memahami dan mendalami sejarah dia seakan melihat masa depan, membaca sesuatu yang baru di muka bumi ini dari banyak hal, sehingga ia tidak mudah tertipu, meski propaganda mencapai puncaknya, dan meski sarana makar dan tipu daya tak terhitung jumlahnya.”
Orang yang mengenali banyak para tokoh dan peristiwa, sangat mengerti di mana ia seharusnya meletakkan kakinya berpijak, dan bagaimana ia mengomandoi dirinya, masyarakat dan umatnya.
Orang yang paham terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu, ia seperti matahari yang cerah; dengan sinarnya yang terang ia menerangi jalan agar generasi demi generasi yang datang silih berganti dapat berjalan di atas jalan itu tanpa takut tersesat, dan pancaran sinarnya membentang hingga datangnya hari kiamat. Bagaimana tidak, seperti telah dinyatakan di atas bahwa tidak ada sesuatu yang benar-benar baru di muka bumi ini, hal itu sesungguhnya telah diingatkan oleh Dzat Yang maha Megetahui lagi maha Bijaksana dalam firman-Nya , “Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al A’raf:176)
Ayat ini sangat jelas memerintahkan kita untuk menceritakan kembali peristiwa masa lalu, meriwayatkan kembali riwayat terdahulu, karena hal tersebut memberi pengaruh kepada manusia untuk mengikuti yang baik dan membuatnya berpikir dalam segala tindakan dan perbuatan.
Maka mengenali tokoh dan peristiwa, khususnya para tokoh muslim dan peristiwa-peristiwa penting dalam Islam, tidak boleh hanya sebagai pelengkap, sampingan, atau sekedar tambahan. Sebab pengetahuan kita tentang mereka dan kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalu, adalah sebuah cermin untuk merancang dan meraih sesuatu yang pernah dicapai dahulu, dan juga untuk mengantisipasi agar peristiwa buruk yang menimpa sekelompok orang di antara mereka, tidak terjadi kembali dan menimpa kita.

Membangun Kembali Jati Diri Kita Sebagai Muslim

Mengenali tokoh dan peristiwa dalam sejarah peradaban Islam tak sekadar untuk mengetahui pahit getir dan manisnya perjalanan sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus yang menarik. Tetapi agar setiap Muslim memperoleh gambaran tentang hakikat Islam secara paripurna, di mana dalam sejarah Islam banyak hal harus dipahami secara baik dan utuh. Di sana ada upaya aplikatif yang bertujuan menjelaskan Islam dan umatnya secara kronologis, baik masa kejayaan maupun masa kemundurannya, serta di dalamnya terdapat keteladanan yang tertinggi dari pemimpin utamanya, yaitu Rasulullah saw.
Seorang penulis sejarah mengatakan, “Islam adalah jendela bagi manusia Muslim untuk melihat alam. Islam tidak membiarkan manusia Muslim menjadi panik dalam pencariannya tentang sikap yang harus diambil dalam kehidupannya, namun ia telah menggarisbawahi sebuah sikap yang realistis dan logis serta tuntutan untuk berpegang teguh dengannya. Alam bagi seorang Muslim dalam perspektif Islam adalah medan yang harus digelutinya setiap historis dan kosmis sesuai dengan kehendak Allah swt.”
Teks ini secara jelas menerangkan bahwa sejarah itu penting untuk diteladani dan ditelusuri, terutama para tokoh dan segala peristiwa yang terangkum dalam sejarah peradaban Islam. Karena ini merupakan titik awal yang harus diketahui generasi muda Islam. Itulah sebabnya; kita harus menoleh ke sana tanpa rasa bosan, untuk menanamkan semangat keislaman kepada kita dan anak-anak kita. Kita tidak akan mengerti akan nilai-nilai perjuangan dalam Islam, jika kita hanya membatasi diri dalam mengikuti perkembangan keadaan umat Islam pada hari-hari terakhir ini saja.
Untuk dapat memahami banyak hal, pandangan harus kita layangkan ke belakang, demi memperbaiki masa depan kita. Kesadaran sejarah ini baru dapat dinamakan kokoh kalau kita dapat menguasai nilai-nilai sejarah dengan baik. Dalam ukuran generasi itu pulalah kita melihat betapa pentingnya masalah pewarisan nilai melalui kesejarahan.
Ini semua tidak lepas dari pembangunan karakter dan jati diri umat dan bangsa, sebab dalam wawasan sejarah itulah dapat kita temukan pembelajaran tentang karakter dan jati diri para pendahulu. Di luar negri, kunjungan ke museum-museum sejarah adalah sebuah keharusan, khususnya bagi anak-anak sekolah, sebab dengannya pembinaan karakter dan jati diri bangsa seperti itu akan bisa dimulai.

Menakar Kesungguhan Kita dalam Mengenal Sejarah Islam

Catatan yang mengisahkan tentang perjalanan waktu adalah ibarat cermin. Sejarah hidup para tokoh, khususnya dalam Islam, adalah seperti anak tangga menuju puncak. Kisah peristiwa masa lalu bagi orang yang tertimpa kesedihan, seakan sebuah penghibur. Sebab kisah para tokoh dan peristiwa masa lampau mampu membangkitkan semangat, tekad dan keteguhan hati. Memberi nasehat dan ilmu pengetahuan. Menggelorakan gairah yang mengubur rasa sedih. Kekuatan yang menghapus rasa lemah dan cemas. Kesabaran yang meredam duka cita atas kepergian orang terdahulu. Juga mengubah amarah menjadi ridha atas apa yang tersembunyi di balik takdir. Allah berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Huud: 120)

Allah juga berfirman, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf: 111)

Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata, “Sesungguhnya, pena sejarah dunia dan segala peristiwanya adalah pena yang mengemballikan kekuatan spiritual. Sebab dia menghadirkan kembali apa yang telah berlalu di dunia ini dari banyak peristiwa, dan mengembalikannya kepadamu dalam imajinasi, sehingga engkau melihatnya dengan hati dan menyaksikannya dengan akal pikiran.”

Lewat sejarah kita mengetahui sunah kauniyah, seperti datangnya pertolongan dan kemenangan atas orang-orang yang beriman yang jujur dalam keimanannya, dan kebinasaan sebagai akhir dari kezaliman. Namun, masalahnya siapa saja yang kita ketahui dalam Islam ini?