Batas dasarnya telah ditetapkan. Nyawa tidak boleh digadaikan dengan rasa takut akan jatah makan. Ini prinsip yang sangat keras. Lalu sesudah itu, Allah membimbing kita untuk pandai-pandai dalam mengatur jalannya hidup. Dengan cara mengambil sikap pertengahan. Agar jangan sampai, kegagalan kita mengelola sikap kita dalam urusan nafkah, berakibat fatal, temasuk kembali melanggar larangan mengorbankan anak-anak.
Maka Allah berfirman, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggupada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya krena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra’:29-30)
Pada saat yang sama, kita juga dilarang merusak diri dan keluarga kita sendiri. Allah juga berfirman, “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah: 195)
Begitu anak-anak tumbuh menjadi dewasa, dan kita semua sama-sama menjadi manusia dewasa, kita tetap dan terus diingatkan tentang pentingya menjaga, menghormati dan melindungi nyawa.
Ini tidak semata untuk mengenang masa-masa berat saat bayi-bayi berjuang menyambung hidup. Ini tidak semata untuk mengenang saat-saat para ibu berjuang melawan maut ketika melahirkan nyawa-nyawa baru pada bayi-bayi baru. Tapi juga untuk memastikan, bahwa begitu nyawa seorang manusia hadir ke muka bumi, maka tidak ada seorangpun manusia yang berhak mencabutnya, menghilangkannya. Hanya Allah yang berhak mematikan hamba-hamba-Nya.
Maka perlindungan atas nyawa yang sudah melalui perjalanan panjang seperti itu, harus terus dilakukan sampai akhir hayatnya. Itulah mengapa Islam memberi aturan yang sangat ketat dan hukuman yang sangat keras bagi siapapun yang menghilangkan nyawa orang lain.
Menghilangkan hidup orang lain adalah dosa besar, yang ancaman hukumannya amat berat, membuat bulu kuduk merinding dan jiwa menjadi gentar dan takut. Allah swt berfirman, “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa’:93)
Dan untuk mencegah agar perbuatan itu tidak terjadi, Al Qur’an membuat aturan qishash; sebuah hukuman berupa balasan yang sepadan terhadap sebuah kejahatan yang dilakukan sebagai peringatan. Ketika pembunuhan itu dianggap sebagai musuh kehidupan, perusak sendi-sendi sosial, dan penghancur hak untuk hidup, qishash diberlakukan untuk mencipatakan rasa takut dalam diri manusia, dan sebagai jaminan untuk keberlangsungan hidup bagi semanya. Allah berfirman, “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 179)
Dari semua penjelasan di atas, nyata sudah, bahwa setiap kita harus memuliakan nyawa. Nyawa kita snediri, atau nyawa anak-anak kita, dan nyawa manusia seluruhnya, berusaha menjaganya danmempertahankannya, betapapun keadaan yang sulit memaksa kita untuk bekerja keras, berkorban dengan segala daya dan upaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan dikomentari..