Kehidupan adalah karunia Allah yang pertama kepada kita. Kehidupan pula yang menjadi nikmat terbesar kita sebelum yang lain kita peroleh. Kehidupan menjadi pangkal dari segala nikmat dan juga pusat dari semuanya. Benar bahwa ada kenikmatan yang lebih utama di dunia ini; iman dan Islam. Tapi iman dan Islam datang setelah kita menerima kenikmatan hidup terlebih dahulu. Keduanya menjadi tidak berarti manakala kehidupan tersebut tak diberikan. Apa artinya kekuatan menghadapi cobaan kalau kita tak pernah hidup merasakan beban dan kepedihan. Apa peran Islam buat kita kalau toh kita tak pernah ada di muka bumi ini. Iman dan Islam adalah karunia paling utama yang butuh sarana bernama kehidupan, agar kehidupan itu menemukan arah yang benar, dan agar iman dan Islam itu punya tempat aplikasi dan pembuktian.
Firman Allah swt, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. Kemudian kamu pasti ditanyai tentang hari itu tentang kenikmatan yang kamu megah-megahkan di dunia itu,” adalah salah satu ayat yang menjelaskan bahwa semua yang dilimpahkan Allah kepada kita di dunia ini adalah nikmat yang besar. Namun ada perbedaan pendapat dari para pemilik ilmu tentang manakah nikmat yang paling besar? Para ahli mantiq dan ilmu kalam mengatakan “Nikmat yang paling besar adalah kehidupan.” Sementara para ahli hadits mengatakan, “Nikmat terbesar adalah nikmat Islam.” Dan ini pula yang dipahami Ibnu Taimiyah dalam ayat di atas, serta kita semua. Tapi sekali lagi, iman dan Islam butuh sarana bernama hidup. Begitu juga nikmat-nikmat Allah yang lain. Semua karunia yang kita terima butuh sarana bernama kehidupan untuk kita nikmati. Maka ayat “Dzat yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kalian yang terbaik amalanya,” (QS. Al Mulk: 3) menegaskan bahwa kita perlu hidup dulu untuk bisa mengetahui kualitas iman dan Islam kita yang terwujud dalam kualitas dan kuantitas amal ibadah yang kita kerjakan. Kita membutuhkan hidup untuk melihat perbedaan kualitas di antara kita. Karena itu hidup menjadi penting. Karena itu hidup menjadi karunia yang besar. Dan ketika kita menjadi salah seorang yang dikaruniai nikmat ini, kita perlu mensyukurinya.
Setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan agar kita menjadi peserta kehidupan yang syukur. Pertama, selalu menghormati dan menjaga kemuliaan kehidupan tersebut.
Ada banyak pemandangan di sekitar kita yang mengharuskan kita banyak bersyukur dengan kehidupan yang Allah berikan ini. Khususnya dari mereka dengan takdir dan keadaan tertentu, memerlukan perjuangan keras demi mempertahankan hidupnya, seperti bayi-bayi yang lahir secara prematur.
Seperti yang pernah diberitakan, seorang ibu di Jerman melahirkan bayinya dalam usia 15 minggu; 22 minggu lebih cepat dari kehamilan ibu normal. Bayi perempuan yang bernama Kimberly itu hanya memiliki berat 10,5 ons, dengan panjang hanya 25,9 cm. Ukuran yang sangat kecil. Dokter pun, segera memasukkan bayi super mungil itu ke inkubator.
Dengan kemungkinan hidup yang amat sangat kecil, kedua orang tua Kimberly hanya bisa berdoa dan berharap bantuan yang maksimal dari para dokter yang menanganinya. Enam bulan berlalu, ternyata bayi tersebut mampu bertahan. Dia tercatat sebagai bayi terkecil yang pernah lahir di Jerman dan masih bertahan hingga kini.
Ketika ibunya, Petra Muller, sudah diperkenankan memegang anaknya itu, ia berujar, “Sungguh luar biasa indah ketika dia bisa memegang jari saya dalam tangannya yang kurus. Dia seperti beruang kecil yang hendak memeluk tiga batang pohon. Dia seperti berkata jangan tinggalkan aku, ibu.”
Tidak hanya Kimberly, ada ribuan anak manusia yang lahir prematur dan harus berjuang keras demi merebut hidupnya. Dan bersyukurlah kita, karena Allah memudahkan hidup kita, menjadikan kita peserta kehidupan yang benar-benar menikmati kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan dikomentari..